RSS

Senin, 09 November 2015

DEFINISI BBL, NEONATUS, BAYI, BATITA, BALITA, ANAK DAN BATASANNYA

DEFINISI BBL, NEONATUS, BAYI, BATITA, BALITA, ANAK DAN BATASANNYA
1.     1. Bayi Baru Lahir
Menurut Saifuddin, (2002) Bayi baru lahir adalah bayi yang baru lahir selama 1 jam pertama kelahiran.
Menurut Donna L. Wong, (2003) Bayi baru lahir adalah bayi dari lahir sampai usia 4 minggu. Lahirrnya biasanya dengan usia gestasi 38 – 42 minggu.
Bayi baru lahir adalah hasil konsepsi yang baru keluar dari rahim seorang ibu melalui jalan kelahiran normal atau dengan bantuan alat tertentu sampai usia 1 bulan.1,2,3
Menurut Dep. Kes. RI, (2007) Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat lahir 2500 gram sampai 4000 gram.4
2.      2. Neonatus
Masa neonatal adalah masa sejak lahir sampai dengan 4 minggu (28 hari) sesudah kelahiran. Neonatus adalah bayi berumur 0 (baru lahir) sampai dengan usia 28 hari. Neonatus dini adalah bayi berusia 0-7 hari. Neonatus lanjut adalah bayi berusia 8-28 hari. (Wafi Nur Muslihatun, 2010).
3.  3.  Bayi
Bayi merupakan individu yang berusia 0-12 bulan yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan yang cepat disertai dengan perubahan dalam kebutuhan zat gizi (Wong, 2003).
Menurut Soetjiningsih (2004), bayi adalah usia 0 bulan hingga 1 tahun.
Dengan pembagian sebagai berikut: a. Masa neonatal, yaitu usia 0 – 28 hari 1). Masa neonatal dini, yaitu usia 0 – 7 hari 2). Masa neonatal lanjut, yaitu usia 8 – 28 hari b. Masa pasca neonatal, yaitu usia 29 hari – 1 tahun.
Bayi merupakan manusia yang baru lahir sampai umur 1 tahun.2
4.    4. Batita dan Balita 
Balita adalah masa anak mulai berjalan dan merupakan masa yang paling hebat dalam tumbuh kembang, yaitu pada usia 1 sampai 5 tahun. Masa ini merupakan masa yang penting terhadap perkembangan kepandaian dan pertumbuhan intelektual. (Mitayani, 2010)
Balita adalah anak yang berumur 0-59 bulan, pada masa ini ditandai dengan proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat.
Balita adalah istilah  umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan. Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik. Namun kemampuan lain masih terbatas. (Sutomo, 2010).5
5.    5. Anak
    Menurut UU No.44 thn 2008  Pasal 1 angka 4 “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun “.6
Menurut Depkes RI (2009), Masa kanak-kanak adalah 5 - 11 tahun.
Kategori Umur Menurut Depkes RI (2009):
1.    Masa balita                     = 0 - 5 tahun,
2.    Masa kanak-kanak          = 5 - 11 tahun.
3.    Masa remaja Awal          =12 - 1 6 tahun.
4.    Masa remaja Akhir         =17 - 25 tahun.
5.    Masa dewasa Awal         =26- 35 tahun.
6.    Masa dewasa Akhir         =36- 45 tahun.
7.    Masa Lansia Awal           = 46- 55 tahun.
8.    Masa Lansia Akhir           = 56 - 65 tahun.
9.    Masa Manula                  = 65 - sampai atas.7
Asuhan segera pada bayi baru lahir adalah asuhan yang diberikan pada bayi pada jam pertama setelah kelahiran, dilanjutkan sampai 24 jam setelah lahir.1,2,3

Asuhan pada neonatus, bayi, batita dan balita adalah kemampuan untuk memberikan asuhan pada neonatus (24 jam setelah lahir sampai dengan 28 hari) bayi dan balita yang didasari oleh konsep, sikap dan keterampilan.2
Sumber:
  1. DepKes RI, 1992. Asuhan Kesehatan Anak dalam Konteks keluarga.
  2. Saifudin Abdul Bahri. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal neonatal. Jakarta: YBP_SP. 2002.
  3. JHPIEGO. Panduan pengajar asuhan kebidanan fisiologi bagi dosen diploma III kebidanan. Buku 5 asuhan bayi baru lahir. Jakarta: Pusdiknakes 2003.
  4. Depkes RI. 2007. Buku Acuan & Panduan Asuhan Persalinan Normal & Inisiasi Menyusu 
  5. A.Aziz Alimul, Hidayat. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika. 2008. 
  6. UU No.44 thn 2008  Pasal 1 angka 4.
  7. Depkes RI 2009.




Read Comments

MEKANISME TERJADINYA IKTERUS

Mekanisme terjadinya ikterus




Konjugasi bilirubin
Bilirubin adalah produk sisa pemecahan hem yang sebagian besar ditemukan dalam sel darah merah (SDM). SDM yang sudah tua, imatur, atau malformasi dibuang dari sirkulasi dan dipecah di dalam sistem retikuloendotelial (hati, limpa, dan makrofag), dan hemoglobin dipecah menjadi produk sisa hem, globin dan zat besi.
-                 Hem dikonversi menjadi biliverdin dan kemudian menjadi bilirubin tak terkonjugasi.
-                 Globin dipecah menjadi asam amino, yang digunakan kembali oleh tubuh untuk membuat protein.
-                 Zat besi disimpan ditubuh atau digunakan untuk SDM yang baru.
Dua bentuk utama bilirubin yang ditemukan di tubuh :
-                 Bilirubin tak terkonjugasi (indirect) larut dalam lemak dan tidak dapat dieksresi secara mudah, baik dalam empedu ataupun urine.
-                  Bilirubin terkojugasi (direct) dibuat larut dalam air di hati dan dapat dieksresikan, baik melalui feses ataupun urine.
Tiga tahapan yang terlihat dalam proses konjugasi bilirubin :
a.       Transport bilirubin
Bilirubin tak terkonjugasi ditranspor dalam plasma ke hati berikatan dengan albumin protein plasma. Jika tidak melekat di albumin, bilirubin tak terkonjugasi dapat di simpan di lemak ekstravaskuler dan jaringan saraf tubuh. Pencemaran kulit (ikterus) dan otak merupakan dua tempat yang paling umum. Kerusakan otak sebagai akibat pencemaran bilirubin dan toksisitas dikenal sebagai kernikterus.
b.      Konjugasi
Sesampainya di hati, bilirubin dilepaskan dari albumin dan ditranspor oleh protein pembawa Y dan Z di intraseluler menuju reticulum endoplasmic halus hati. Di sini, bilirubin dikombinasi dengan glukosa dan asam glukuronat dan konjugasi terjadi jika ada oksigen. Uridin difisfoglukuronil transferase (UDP-GT, atau glukuronil transferase) adalah enzim utama yang terlihat dalam konjugasi bilirubin. Bilirubin terkonjugasi sekarang larut dalam air dan siap untuk ekskresi.
c.       Ekskresi
Bilirubin terkonjugasi diekskresi melalui sistem biliaris ke dalam usus halus, tempat bilirubin ini dikatabolisasikan oleh bakteria usus normal untuk membentuk urobilinogen, kemudian dioksidasi menjadi urobilin berwarna jingga. Sebagian besar bilirubin terkonjugasi diekskresi dalam feses, tetapi sejumlah kecil diekskresi dalam urin.
Penyebab ikterus:
1.      Peningkatan pemecahan sel darah merah
2.      Penurunan kemampuan mengikat-albumin
3.      Defisiensi enzim
4.      Peningkatan reabsorbsi enterohepatik.1
Metabolisme Bilirubin
Meningkatnya kadar bilirubin dapat disebabkan produksi yang berlebihan. Sebagian besar bilirubin berasal dari destruksi eritrosit yang menua. Pada neonatus 75% bilirubin berasal dari mekanisme ini. Satu gram Hb dapat menghasilkan 35 mg bilirubin indirek.
Pembentukan bilirubin diawali dengan ptoses oksidasi yang menghailkan biliverdin. Setelah mengalami reduksi biliverdin menjadi bilirubin bebas, yaitu zat larut lemak dan sulit larut dalam air. Bilirubin ini mempunyai sifat lipolitik seperti sulit di ekskresi dan mudah melewati membran biologik seperti sawar otak. Di dalam plasma bilirubin bebas tersebut terikat/bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Dalm hepar terjadi mekanisme ambilan sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hepar dan masuk ke dalam hepatosit. Di dalam sel bilirubin akan terikat dan bersenyawa dengan ligandin (protein Y), protein Z dan glutation S-transferase membawa bilirubin ke retikulum endoplasma halus hati. Di dalm sel hepar berkat adanya enzim glukorinil transferase, terjadi proses konjugasi bilirubin yang menghasilkan bilirubin direk, yaitu bilirubin yang larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresi melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi diekskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan. Selanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar bersama feses sebagai sterkobilin. Di dalam usus terjadi proses absorpsi enterohepatik, yaitu sebagian kecil bilirubin direk dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan direabsorbsi kembali oleh mukosa usus.
Peningkatan kadar bilirubin pada hari-hari pertama kehidupan, dapat terjadi pada sebagian besar neonatus. Hal ini disebabkan karena tingginya kadar eritrosit neonatus dan umur eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari).2
Waktu hilangnya ikterus fisiologis
         Ikterus fisiologis pada Bayi Cukup Bulan
        Memuncak pada 3 sampai 5 hari
        Menurun setelah 7 hari
         Ikterus fisiologis pada Bayi Kurang Bulan (Prematur)
Memerlukan lebih banyak waktu untuk menghilang – sampai dengan 2 minggu.3,4
Sumber:
1.      Myles. Buku Ajar Bidan. Edisi 14. Jakarta: EGC.2009.
2.      Surasmi Asrining, Siti Handayani, Heni Nur Kusuma. Perawatan Bayi Risiko Tinggi. Jakarta: EGC. 2003.
3.      Sukadi Abdurachman, Ali Usman, Syarief Hidayat Effendi. Perinatologi. Bandung: FKUP/RSHS. 2002.
4.      Verney H, Kriebs JM, Gegor CL. Buku Ajar Asuhan Kebidnan. Edisi IV. Jakarta: EGC; 2008.



Read Comments

IMUNISASI DASAR DAN IMUNISASI LANJUT

IMUNISASI
1.      1. Definisi
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Jadi imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan.1,2
Imunisasi adalah tindakan untuk memberikan kekebalan terhadap suatu penyakit atas tubuh manusia (Kamisa, 1998 : 241). Dalam ilmu kedokteran, imunisasi adalah suatu peristiwa mekanisme pertahanan tubuh terhadap invasi benda asing hingga terjadi interaksi antara tubuh dengan benda asing tersebut (T.R. Browry 1984 dalam Wardhana, 2001).3
Imunisasi lengkap yaitu 1 (satu) dosis vaksin BCG, 3 (tiga) dosis vaksin DPT, 4 (empat) dosis vaksin Polio dan 1 (satu) vaksin Campak serta ditambah 3 (dosis) vaksin Hepatitis B diberikan sebelum anak berumur satu tahun (9-11 bulan) (Depkes RI, 2000).2
2.      Tujuan
Tujuan imunisasi untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar variola. (Ranuh,2008,p.10).
Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan kepada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit. Secara umum tujuan imunisasi, antara lain:
a)      Melalui imunisasi, tubuh tidak mudah terserang penyakit menular.
b)      Imunisasi sangat efektif mencegah penyakit menular.
c)      Imunisasi menurunkan angka morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) pada balita.4
Menurunkan kesakitan & kematian akibat Penyakit-penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I).
Menurut Depkes RI (2001), tujuan pemberian imunisasi adalah untuk mencegah penyakit dan kematian bayi dan anak-anak yang disebabkan oleh wabah yang sering muncul. Pemerintah Indonesia sangat mendorong pelaksanaan program imunisasi sebagai cara untuk menurunkan angka kesakitan, kematian pada bayi, balita atau anak-anak pra sekolah.
Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia, seperti cacar (Matondang, Siregar S., 2005).
Menurut Ali Musa (1988) dalam Wardhana (2001) tujuan dari imunisasi adalah memberikan suatu antigen untuk merangsang sistem imunologik tubuh untuk membentuk antibodi spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan penyakit.3
3.      Manfaat
a)      Untuk anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian.
b)      Untuk keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.
c)      Untuk Negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara (Atikah,2010,pp.5-6).4
4.      Jenis Imnunisasi dan Waktu Pemberian
Imunisasi wajib terdiri atas:
a.       Imunisasi rutin;
b.      Imunisasi tambahan; dan
c.       Imunisasi khusus.
Imunisasi Rutin
A.    Imunisasi Dasar
Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar kekebalan diatas ambang perlindungan.2
a)      Bacillus Calmette Guerin (BCG);
b)      Diphtheria Pertusis Tetanus-Hepatitis B (DPT-HB) atau Diphtheria Pertusis Tetanus-Hepatitis B-Hemophilus Influenza type B (DPT-HB-Hib);
c)      Hepatitis B pada bayi baru lahir;
d)     Polio
e)      Campak.
Tabel 1. Jadwal pemberian imunisasi dasar
Umur
Jenis
0 bulan
Hepatitis B0
1 bulan
BCG, Polio 1
2 bulan
DPT-HB-Hib 1, Polio 2
3 bulan
DPT-HB-Hib 2, Polio 3
4 bulan
DPT-HB-Hib 3, Polio 4
9 bulan
Campak
Catatan:
- Bayi lahir di Institusi Rumah Sakit, Klinik dan Bidan Praktik Swasta, imunisasi BCG dan Polio 1 diberikan sebelum dipulangkan.
- Bayi yang telah mendapatkan imunisasi dasar DPT-HB-Hib 1, DPT-HB-Hib 2, dan DPT-HB-Hib 3, dinyatakan mempunyai status imunisasi T2.
B.     Imunisasi Lanjutan
Imunisasi lanjutan merupakan imunisasi ulangan untuk mempertahankan tingkat kekebalan atau untuk memperpanjang masa perlindungan.
Imunisasi lanjutan diberikan pada :
1)      anak usia bawah tiga tahun (Batita);
2)      anak usia sekolah dasar;
3)      wanita usia subur.
Jenis imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia bawah tiga tahun (Batita) terdiri atas:
a)      Diphtheria Pertusis Tetanus-Hepatitis B (DPT-HB) atau Diphtheria Pertusis Tetanus-Hepatitis B-Hemophilus Influenza type B (DPT-HB-Hib)
b)      Campak.
Imunisasi lanjutan pada anak usia sekolah dasar diberikan pada Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).
Jenis imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia sekolah dasar terdiri atas:
a)      Diphtheria Tetanus (DT),
b)      Campak,
c)      Tetanus diphteria (Td).
Jenis imunisasi lanjutan yang diberikan pada wanita usia berupa Tetanus Toxoid (TT).
Imunisasi lanjutan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk melengkapi imunisasi dasar pada bayi yang diberikan kepada anak Batita, anak usia sekolah, dan wanita usia subur (WUS) termasuk ibu hamil.
Imunisasi lanjutan pada WUS salah satunya dilaksanakan pada waktu melakukan pelayanan antenatal.
Tabel 2. Jadwal imunisasi lanjutan pada anak di bawah tiga tahun
Umur
Jenis Imunisasi
18 bulan
24 bulan
DPT-HB-Hib
Campak

Tabel 3. Jadwal imunisasi lanjutan pada anak usia sekolah dasar
Sasaran
Imunisasi
Waktu Pelaksanaan
Kelas 1 SD
Campak
Agustus

DT
November
Kelas 2 SD
Td
November
Kelas 3 SD
Td
November

Catatan:
- Batita yang telah mendapatkan imunisasi lanjutan DPT-HB-Hib dinyatakan mempunyai status imunisasi T3.
- Anak usia sekolah dasar yang telah mendapatkan imunisasi DT dan Td dinyatakan mempunyai status imunisasi T4 dan T5.
Tabel 4. Imunisasi Lanjutan Pada Wanita Usia Subur (WUS)
Status
Imunisasi
Interval Minimal Pemberian
Masa
Perlindungan
T1
T2
T3
T4
T5
-
4 minggu setelah T1
6 bulan setelah T2
1 tahun setelah T3
1 tahun setelah T4
-
3 tahun
5 tahun
10 tahun
lebih dari 25 tahun

Catatan:
- Sebelum imunisasi, dilakukan penentuan status imunisasi T (screening) terlebih dahulu, terutama pada saat pelayanan antenatal.
- Pemberian imunisasi TT tidak perlu diberikan, apabila pemberian imunisasi TT sudah lengkap (status T5) yang harus dibuktikan dengan buku Kesehatan Ibu dan Anak, rekam medis, dan/atau kohort.
5.      Cara pemberian
Jenis vaksin
dosis
Cara
Tempat
HB
0,5 ml
IM
Paha kanan
BCG
0,05 ml
IC
Lengan kanan atas
Polio
2 tetes
Oral
Mulut
DPT-HB-Hib
0,5 ml
IM
Paha untuk bayi



Lengan kanan untuk balita
Campak
0,5 ml
SC
Lengan kiri atas
DT
0,5 ml
IM
Lengan kiri atas
Td
0,5 ml
IM
Lengan kiri atas
TT
0,5 ml
IM
Lengan kiri atas1

Sumber:
1.      Permenkes No. 42 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi
2.      Kepmenkes No.1611 tahun 2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi
3.      lib.ui.ac.id. Dari: http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/124645-T%2026122-Faktor%20yang%20berhubungan-Literatur.pdf. Diakses pada tanggal 3 Novermber 2015 pukul 21.00 WIB.
4.      digilib.unimus.ac.id. Dari: http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/121/jtptunimus-gdl-wahyuhiday-6038-2-babii.pdf. Diakses pada tanggal 3 Novermber 2015 pukul 21.10 WIB.






Read Comments